Senin, 04 Agustus 2014

Mengapa Daendles tidak membuat jalan Anyer-Panarukan lewat Pantura

Dalam menghadapi invasi inggris ke pulau jawa, gubernur jenderal Daendles mempersiapkan dengan membuat jalan dari Anyer sampai Panarukan dengan maksud agar akomodasi darat lebih mudah. Pembuatan jalan itu di mulai dari Barat pulau jawa yaitu Anyer, sebuah kecamatan di wilayah Serang, Banten, sampai dengan Panarukan di Banyuwangi /Jawa Timur dibuat tahun 1809 sampai tahun 1810 sepanjang 1000 km.

Adapun rute pembuatan jalan itu adalah anyer, cilegon, serang, tangerang, jakarta, bogor, puncak, cianjur, bandung, sumedang, kadipaten, cirebon, dst. Dalam sejarah sumedang ditulis bahwa Pangeran Kornel sempat menolak pembuatan jalan, hal itu diabadikan dengan tugu di cadas pangeran. Yang menjadi pertanyaan kenapa Daendles tidak membuat jalan lewat pantura yaitu dari jakarta, ke bekasi, karawang, subang, indramayu, cirebon ?, padahal secara geografis keadaan alamnya lebih mudah dibuat jalan karena tanahnya datar, tidak banyak belokan, dll. Daendles lebih memilih jalur selatan yang keadaan geografisnya lebih sulit, dimana banyak sekali tanjakan, dan belokan karena daerah pegunungan.

Daerah pantura terkenal dengan rawan kejahatannya dari bajing luncat sampai perampokan, hal ini yang dikhawatirkan Daendles, karena pembuatan jalan ini harus diselesaikan dalam waktu yang singkat, sementara gangguan keamanan wilayah pantura tidak akan dipadamkan dalam waktu yang singkat. Salah satu kelompok rampok yang terkenal adalah Golek Merah kelompok ini beraksi antara wilayah bekasi sampai cirebon, basisnya adalah karawang sampai subang, kelompok ini bukan hanya lihai dan sadis dalam melakukan aksinya, tetapi juga terkenal dengan kedigjayaan dan kesaktiannya, pernah salah satu orang dari kelompok ini tertangkap lalu dibunuh dengan cara kejam dengan cara dicincang, baik oleh aparat keamanan setempat ataupun masyarakat, kemudian apa yang terjadi ?, ternyata orang yang telah mati dengan cara dicincang itu dapat hidup kembali, aneh bin ajaib.

Berbagai jenis kejahatan yang tidak ada di wilayah lain tetapi wilayah ini ada, seperti istilah kesenian yang populer di willayah ini semacam tarian/jaipongan bernama BAJIDOR, yang dalam sebagian orang diartikan Barisan Jalma Doraka (Barisan Jalma Durhaka), sudah puluhan tahun atau mungkin ratusan tahun pihak belanda yang angkatan perangnya terkenal bisa memadamkan pemberontakan kaum Padri di Sumatra Barat, Aceh, ataupun Sultan Hasanudin di Makasar, tidak bisa menumpas kejahatan di wilayah ini. Hal ini yang membuat Daendles tidak membuat jalan melewati Bekasi, Karawang, Subang, Indramayu daripada mendapat gangguan para bajingan ini, Daendels lebih suka memilih jalan yang tingkat kesulitannya lebih tinggi di daerah pegununungan yang bukan hanya banyak belokan, tanjakan, ataupun batu karang tetapi juga dengan biaya yang lebih besar.

Diawali dengan penculikan Soekarno dan Hatta ke Rengas Dengklok, yang merupakan basis warga PS/Partisan Siliwangi, ketika negeri ini akan dilahirkan di bulan suci Ramadan hari jum'at tanggal 17 Agustus 1945, timbul pertanyaan kenapa harus diasingkan ke Rengas Denglok, sebuah daerah terpencil saat itu yang dikenal daerah gersang ?. Lebih jelas lagi ketika pecah perang kemerdekaan wilayah Bekasi Karawang Subang/Purwakarta merupakan medan pertempuran heroik yang terkenal. Bahkan banyak pejuang RI yang terdesak dari Jakarta seperti Lukas Kustaryo dari TNI, Haji Darip Klender, KH Nur Ali Kalimalang, dll bersembumyi di Purwakarta. Tidak salah lagi wiliyah ini merupakan basis perjuangan TNI, yang dibantu oleh masyarakat setempat. Walaupun Belanda dengan membonceng NICA yang terkenal dengan pasukan GURKA berhasil menghancurkan wilayah Bekasi sampai Karawang, tetapi mereka tidak berhasil menangkap para pejuang baik dari TNI ataupun sipil.

Berbicara tentang TNI yang berjuang di wilayah Pasundan ketika kancah perang revolusi sudah bisa dipastikan Divisi Siliwangi-lah nama pasukan itu, sebutlah seperti para tokoh seperti Jendral Didi Kartasasmita yang pada saat long march pangkatnya lebih tinggi daripada Jendral Nasution ataupun Jendral Sudirman, Brigjen Sadikin yang pensiun dini tahun 1950-an beliau yang menumpas pemberontakan PKI Madiun, bahkan dalam buku biografi Presiden Soeharto, Brigjen Sadikin-lah yang menyelamatkan Soeharto ketika ditangkap oleh pasukan TNI karena disangka terlibat pemberontakan Madiun. Tokoh lain dari Divisi Siliwangi adalah Jendral Mursid yang merupakan Wakasad dan diplomat Philipina ketika jaman Soekarno, Jendral Darsono mantan Pamgdam Wirabuana, dan banyak lagi yang tidak bisa ditulis satu persatu. Dan perlu diketahui semua tokoh Siliwangi yang kami sebut tadi adalah warga tulen paguron PS/Partisan Siliwangi. Diluar dari TNI banyak juga laskar rakyat seperti hisbullah, PS/Partisan Siliwangi yang pada saat itu masih bernama PS/Penjtak Silat yang pada akhirnya laskar PS ini direkrut oleh Divisi Siliwangi bukan hanya dalam medan pertempuran tetapi juga diikutsertakan long march ke Jogyakarta.

Dalam menghadang pasukan GURKA yang merupakan tulang punggung kekuatan NICA/ Belanda, di wilayah Pantura ada sekelompok orang membuat moral pasukan NICA jatuh, mereka bukan hanya berani di medan tempur tetapi juga memiliki keterampilan perang melebihi militer, padahal mereka tidak pernah mendapat didikan militer, uniknya dari kelompok ini adalah banyak diantara mereka yang merupakan kelompok Golek Merah yang sering membuat keonaran di masyarakat, sebelumnya berbagai macam kejahatan telah mereka lakukan dari perjudian, pelacuran, pembunuhan, perampokan, dsb. Ada kejadian yang menunjukkan bahwa mereka itu sebelumnya jauh dari pendidikan agama yaitu, suatu saat mereka itu diperintah membaca solawat, kemudian apa yang terjadi ?, mereka bukannya membaca solawat seperti diperintah agama dengan membaca “Allahumma shalii ala..........” tetapi mereka membaca solawat, solawat.......dst, sudah dapat dipastikan banyak juga diantara mereka yang tidak bisa melakukan shalat, bahkan ketika bulan suci ramadan banyak diantara mereka yang tidak melakukan puasa.

Tetapi fakta di lapangan menyebutkan bahwa para bajingan yang sering membuat onar di masyarakat dan jauh dari pendidikan agama itulah yang banyak berperan menghadang tentara Sekutu, NICA yang diboncengi Belanda, mereka berjuang tanpa pamrih, keterampilan berperang mereka melebihi pasukan militer khusus, padahal mereka tidak pernah mendapat pendidikan militer. Disamping itu background moral mereka sebelumnya dikenal kurang baik, dikhawatirkan akan membuat keonaran tidak berbekas sama sekali. Hal ini dibuktikan dengan direkrutnya kelompok ini oleh petinggi Divisi Siliwangi dalam beberapa medan pertempuran dan bahkan ikut long march ke Jogyakarta. Pertanyaannya kenapa bisa moral mereka yang dikenal sebelumnya tidak baik bisa berubah 180 derajat ?, jawabannya tidak ada yang tidak mungkin terjadi bagi Tuhan, jika Tuhan telah berkehendak semua bisa terjadi termasuk melunakan hati manusia yang lebih keras daripada cadas ataupun baja, membuat dingin hati yang lebih panas daripada api.

Itulah hijrah sebenarnya yang diajarkan oleh Nabi bukan hanya pindah dari satu tempat ke tempat lain untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik tetapi hijrah daripada perbuatan yang tidak baik ke perbuatan yang lebih baik, itulah mereka anggota PS/Partisan Siliwangi telah melakukan hijrah secara fisik dan spiritual, hijrah fisik mereka telah melakukan dari jawa barat ke jogyakarta dengan melakukan long march karena ketaatan mereka kepada pemimpin negara, agama, hijrah spiritual dengan merubah perilaku tidak baik ke perilaku yang lebih baik.

Sejarah menulis hijrah yang dilakukan warga PS/Partisan Siliwangi ada beberapa kali, diantaranya setelah perang kemerdekaan selesai, mereka yang berjumlah kurang lebih 20 ribu orang, bertrasmigrasi ke lampung dengan membuka hutan belantara atas restu Presiden Soekarno dibantu BRN (Badan Rekonstruksi Nasional) pimpinan Jendral Didi Kartasasmita tahun 1950, mereka menjadi petani kopi, lada, karet, nelayan dll di lampung. Seperti diketahui Lampung adalah salah satu sentral kopi/lada/karet di Indonesia, sebagian besar dari mereka itu dimiliki warga paguron PS/Partisan Siliwangi, artinya secara ekonomi penghasilan mereka melebihi dari kecukupan, hal ini dibuktikan dengan mahalnya harga tanah di Lampung Barat yang merupakan basis warga PS/Partisan Siliwangi (80% warga lampung barat adalah warga paguron PS/Partisan Siliwangi), selain itu data statistik menyebut bahwa peredaran uang paling besar dan cepat di propinsii lampung ada di kab Lampung Barat yang merupakan basis warga paguron PS/ Partisan Siliwangi.

Kesimpulan dari tulisan ini adalah warga paguron PS/Partisan Siliwangi telah melakukan hijrah 3 jenis :

  1. Hijrah dari tempat asal mereka di Jawa Barat ke Jogyakarta ketika pecah perang kemerdekaan, long march, kemudian hijrah ke lampung setelah perang kemerdekaan sampat saat ini.
  2. Hijrah dari ekonomi/penghasilan yang biasa/kurang baik ke ekonomi/penghasilan yang lebih baik karena kopi dari warga paguron PS/Partisan Siliwangi banyak diekspor ke luar negeri, disamping harga lada yang tinggi, juga karet.
  3. Hijrah dari perilaku yang kurang baik ke perilaku yang lebih baik hal ini dibuktikan dengan berubahnya perilaku warga paguron PS/Partisan Siliwangi dari yang tidak mengenal agama menjadi lebih religius dalam beragama.
  4. Tiga Point di atas tidak mungkin terlaksana tanpa adanya kepatuhan, ketaatan kepada pemimpin mereka, artinya setiap warga PS Paguron bermaksud tawakal kepada Allah dan patuh kepada Guru/Pemimpin yang tidak keluar dari martabat keguruannya.