Sabtu, 24 Maret 2018

Para Ulama Besar Keturunan Dalem Aria Wangsagoparana, Nangkabeurit Sagalaherang

1. Syekh Yusuf Purwakarta/RH Yusuf (Baing Yusuf),

Beliau adalah guru dari ulama besar yang mendunia Syekh Nawawi Al Bantani, Syekh Nawawi Al-Bantani  merupakan sosok intelektual dan ulama terkenal bertaraf internasional, yang juga sempat menjadi Imam Masjidil Haram yang juga penulis 115 kitab yang meliputi bidang ilmu fikih, tauhid, tasawuf, tafsir, dan hadis,  Syekh Yusuf juga termasuk laskar Pangeran Diponegoro, dilahirkan di Bogor ketika ayahandanya R Aria Jayanegara menjabat Bupati di Bogor kurang lebih tahun 1796-1801 M, kemudian ayahandanya dipindah tugaskan ke Karawang. Syekh Yusuf usia 6 tahun sudah paham bahasa arab, usia 12 tahun hafiz Alquran, usia 13 tahun mukim di Mekah selama 11 tahun, menuntut ilmu, beliau berlayar sampai madagaskar bersama para pelaut.  Pada masa pemerintahan Bupati R.A. Suriawinata atau Dalem Sholawat yang masih juga keturuna Dalem Ariawiratanudatar,   tahun 1830 ibu kota dipindahkan dari Wanayasa ke Sindangkasih yang diresmikan berdasarkan besluit (surat keputusan) pemerintah kolonial tanggal 20 Juli 1831 nomor 2, sindang kasih kemudian diganti menjadi Purwakarta purwa= awal, karta = kesejahteraan, Pembangunan dimulai antara lain dengan pengurugan rawa-rawa untuk pembuatan Situ Buleud, Pembuatan Gedung Karesidenan, Pendopo, Mesjid Agung, Tangsi Tentara di Ceplak, termasuk membuat Solokan Gede, Sawah Lega dan Situ Kamojing, Syekh Yusuf mendirikan mesjid yang sekarang menjadi mesjid kaum. Tanggal 8 – 9 Mei 1832 terjadi perang Makau di Purwakarta yaitu pemberontakan etnis cina dari Makau terhadap kolonial Belanda.Syekh Yusuf tinggal di Purwakarta, menyebarkan agama Islam, sampai wafat 1854 dimakamkan di Kaum, Purwakarta. R Aria Jayanegara adalah saudara ipar dari Adipati Suryalaga II (Raden Ema) dari Sumedang yang merupakan saudara Pangeran Kornel, Adipati Suryalaga menjabat bupati di Bogor kemudian dipindahkan ke Karawang, dimana istri Adipati Suryalaga II bernama Nyi Raden Hamsyiah adalah adik dari R Aria Jayanegara. Artinya Nyi Raden Hamsyiah adalah bibi dari KH R Yusuf Purwakarta (Baing Yusuf).
Sampai sekarang makamnya sering diziarahi ratusan peziarah, dan makamnya tidak pernah sepi dari peziarah yang umumnya dari luar Purwakarta
Adapun nasabnya adalah KH R Yusuf bin R Jayanegara bin Aria Wiratanudatar V bin Aria Wiratanudatar IV bin Aria Wiratanudatar III bin Aria Wiratanudatar II bin Aria Wiratanudatar I bin Aria Wangsagoparana


2. Syekh Muhammad Muhtar Atharid Al Bughri, Al Jawi (Tuan Muhtar Bogor)

Lahir di Bogor, Jawa Barat, pada 14 Sya’ban 1278 (14 Februari 1862).Ketika kecil beliau bersama orangtuanya tinggal di Bojongneros Bogor. Ketika kecil orangtuanya menyekolahkan Syekh Muhtar ke bebrapa sekolah umum tetapi tidak terlalu menghasilkan yang diharapkan, kemudian beliau dimasukkan ke pesantren dan terlihat kejeniusannya, kemudian orangtuanya memberangkatkan Syekh Muhtar ke Mekah untuk bermukim dan menunutu ilmu, Kira Kira umur 30 tahunan beliau sempat kembali lagi ke Bogor mengunjungi saudara saudaranya, kemudian menetap kembali ke Mekah sampai wafatnya. Ayahnya R Aria Natagara adalah seorang yang mempunyai jabatan setingkat wedana di dareah Senen, Jakarta Pusat. Syekh Mukhtar dilantik dan dikukuhkan oleh konsesi para ulama Makkah sebagai pengajar, ahli hadits dan bahkan guru besar di masjidil Haram Mekkah. Syeikh Mukhtar mengajar di Masjidil Haram dan di tempat tinggal beliau sendiri. Beliau Mengajar di Masjid al-Haram Setelah Maghrib dan Isya. Beliau mengajar kelas para pelajar senior dan ulama-ulama dari berbagai penjuru dunia. “Majlis Syekh Mukhtar dihadiri oleh 400 orang terdiri dari para Masyayikh atau Santri senior (ulama)”. Setiap pagi Syekh Mukhtar membuka kelas Ngaji Nahwu tafsir dll, ba’da asyar membuka kitab Ihya Ulumuddin. Dan khusus setiap selasa Ngaji Ilmu falaq atau astronomi dan juga metrologi. Setiap malam jum’at membuka majlis zikir dan setiap selesai Majlis selalu membagikan makanan. “Hal-hal seperti ini tidak terdokumentasi di sumber-sumber Nusantara. Alhamdulillah ada sumber dari Arab.  Beliau mengajar di Masjidil Haram selama kurang lebih 28 tahun. murid-murid Syeikh Mukhtar banyak yang menjadi ulama besar seperti: Haji Abdullah Fahim(Mufti Pulau Pinang), Tengku Mahmud Zuhdi (Syeikh al-Islam Selangor), Sayyid Muhsin bin Ali al-Masawi, (Pendiri Madrasah al-Ulumid Diniyah), Mekah, Kiyai Ahmad Dimyathi bin Abdullah at-Tarmasi (adik Syeikh Muhammad Mahfuz at-Tarmasi yang sangat terkenal), KH Hasyim al-Asy’ari, (Pendiri Nahdhatul Ulama), KH Manshur bin Abdur Rahman Bogor al-Batawi, Sayyid Muhammad Ahyad bin Idris Bogor(menantu Syeikh Mukhtar), Syeikh Muhammad Yasin bin Isa al-Fadani (Padang), Tuan Guru Haji Muhammad Zain bin Tama Kajang (1324 H/1908 M – 1413 H/ 1992 M) dan masih banyak lagi. Syeikh Mukhtar wafat di Mekah pada tanggal 17 Shafar 1349H (13 Juli 1930 M)

Nasabnya Syekh Muhtar bin R Natanagara bin Aria Wiratanudatar VI bin  Aria Wiratanudatar V bin Aria Wiratanudatar IV bin Aria Wiratanudatar III bin Aria Wiratanudatar II bin Aria Wiratanudatar I bin Aria Wangsagoparana

3. KHR Abdullah bin Nuh (Mama')
Dilahirkan di Kampung Bojong Meron, Kota Cianjur, pada 30 Juni 1905. Sekembali dari Makkah, KH Abdullah bin Nuh belajar di Madrasah al-I’anah Cianjur yang didirikan oleh ayahandanya. Kemudian ia meneruskan pendidikan ke tingkat menengah di Madrasah Syamailul Huda di Pekalongan, Jawa Tengah. Bakat dan kemampuannya dalam sastra Arab di pesantren ini begitu menonjol. Dalam usia 13 tahun, ia sudah mampu membuat tulisan dan syair dalam bahasa Arab. Oleh gurunya, artikel dan syair karya Abdullah dikirim ke majalah berbahasa Arab yang terbit di Surabaya.  Kemahirannya dalam bahasa Arab mengantarkan KH Abdullah bin Nuh dikirim ke Universitas al Azhar, Kairo, Mesir. Di sana ia masuk ke Fakultas Syariah dan mendalami fiqih Mazhab Syafii. Setelah dua tahun belajar di Al Azhar, KH Abdullah bin Nuh berhasil mendapat gelar Syahadatul ‘Alimiyyah yang memberinya hak untuk mengajar ilmu-ilmu Keislaman. Tahun 1945-1946, ia memimpin Badan Keamanan Rakyat (BKR) dan Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Pada tahun 1948-1950, ia menjadi anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) di Yogyakarta. Kiai pejuang ini wafat pada 26 Oktober 1987, setelah kurang lebih 17 tahun bermukim di Bogor dan mengabdikan ilmu agamanya bagi masyarakat sekitar.
 Nasabnya dari laki laki KH Abdullah bin Nuh bin RH Idris, bin RH. Arifin, bin RH Sholeh putra, RH Muhyiddin Natapradja bin  Aria Wiratanudatar V bin Aria Wiratanudatar IV bin Aria Wiratanudatar III bin Aria Wiratanudatar II bin Aria Wiratanudatar I bin Aria Wangsagoparana
Nasab dari perempuan KH Abdullah bin Nuh bin RH Idris, binti Samroh bin H Abdul Halim/Ratu Ibad, Sukaraja, Bogor binti Ratu Naqibah binti Ratu Dewi binti Ratu Kawung bin Pangeran Purbaya bin Sultan Abul Fattah/Sultan Ageng Tirtayasa, Banten bin Sultan Abul Maali bin Sultan Abul Makfir Mahmud abdul Kadir Kenari bin Sultan Maulana Muhammad bin Sultan Maulana Yusuf bin Sultan Maulana Hasanudin, Banten bin Sunan Gunung Jati, Cirebon